Minggu, 22 Juli 2012

Suku Akit, Orang Asli Kawasan Pesisir Riau

Orang Akit , adalah kelompok sosial yang tinggal di daerah Hutan Panjang dan Kecamatan Rupat di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Sebutan “Akit” diberikan kepada masyarakat ini karena sebagian besar kegiatan hidup mereka berlangsung di atas rumah rakit. Dengan rakit tersebut mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain di pantai laut dan muara sungai. Mereka juga membangun rumah-rumah sederhana di pinggir-pinggir pantai untuk dipergunakan ketika mereka mengerjakan kegiatan di darat. Pada tahun 1984 jumlah mereka diperkirakan sekitar 4500 jiwa.

Orang Akit telah bermukim di daerah Bengkalis dan Siak sudah sejak waktu lampau. Keberadaan mereka dibuktikan dengan adanya catatan sejarah yang menyebutkan bahwa mereka pernah menjalin hubungan dengan Kesultanan Siak dalam menghadapi perlawanan pasukan dari Eropa. Pasukan Belanda yang mencoba menanamkan pengaruhnya di daerah ini tercatat mengalami beberapa perlawanan dari orang Akit. Pasukan Akit dikenal dengan senjata tradisional berupa panah beracun dan sejenis senjata sumpit yang ditiup.

Mata pencaharian pokok orang Akit adalah menangkap ikan, mengumpulkan hasil hutan, berburu binatang, dan meramu sagu. Orang Akit tidak mengenal sistem perladangan secara menetap. Pengambilan hasil hutan yang ada di tepi-tepi pantai biasanya disesuaikan dengan jumlah kebutuhan. Penangkapan ikan atau binatang laut lainnya mereka lakukan dengan cara sederhana, misalnya dengan memasang perangkap ikan (bubu), Rawai dll. Hasil meramu sagu biasanya dapat memenuhi kebutuhan akan sagu selama beberapa bulan.

Hubungan orang Akit dengan masyarakat lain di sekitarnya boleh dikatakan sangat jarang. Hal ini didukung oleh kecenderungan mereka untuk mempertahankan identitas mereka. Beberapa waktu lampau mereka memang masih sering digolongkan sebagai “suku bangsa terasing”. Penduduk di sekitarnya banyak yang kurang berkenan menjalin hubungan dengan mereka, karena orang Akit dipercaya memiliki pengetahuan tentang ilmu hitam dan obat-obatan yang dapat membahayakan. Kesulitan menjalin hubungan yang disebabkan karena seringnya mereka berpindah-pindah. Pemerintah dan beberapa kalangan sudah mencoba meningkatkan taraf hidup mereka, antara lain, dengan mendirikan pemukiman tetap dan mengajarkan cara-cara bercocok tanam dengan teknik pertanian modern.

Sistem kekerabatannya bersifat patrilineal. Seorang gadis telah dapat dinikahkah bila usianya telah mencapai 15 tahun. Adat menetap sesudah nikah menentukan bahwa seorang isteri mengikuti suaminya di kediaman baru atau di sekitar kediaman kerabat suaminya. Upacara pernikahan biasanya ditandai dengan hidangan berupa daging babi dan sejenis tuak dari pohon nira serta acara menyanyi dan menari.

Komunikasi dengan masyarakat di sekitarnya biasanya dilakukan dengan menggunakan bahasa Melayu. Walaupun sudah mengenal agama-agama besar, seperti Islam dan Kristen, sebagian besar dari mereka masih menganut kepercayaan animistik. Pengaruh agama Budha mereka terima dari kalangan pedagang-pedagang Cina yang banyak datang dan menetap ke daerah ini.

Senin, 16 Juli 2012

Bantuan Buku Untuk Pustaka Desa Pesisir

Kembali sekali lagi Kelompok Mahasiswa Pecinta Alam ( Mapala ) SULUH akan melakukan pemantauan terhadap sebuah perpustakaan yang mereka dampingi.di Desa Sungai Rawa Kecamatan Sungai Apit Kabupaten Siak, pada Tanggal 19 Juli 2012.

 Mapala SULUH merupakan Organisasi Mahasiswa Universitas Riau yang Fokus Pada Penyuluhan Lingkungan. Organisasi ini telah mendampingi Perpustakaan Desa sejak tahun 2011 dengan mengadakan pelatihan pengelolaan perpustakaan dan menggalangi bantuan buku untuk perpustakaan.

Kunjungan Mereka kali ini ke perpustakaan Desa untuk memantau perkembangan perpustakaan, perkembangan minat baca di desa serta menyuplai bantuan Buku yang mereka galang dari beberapa pihak seperti, Riau Pos, TriMedia serta bantuan Pribadi dari anggota Mapala Suluh sendiri.

"Harapanya, smoga Minat Baca Masyarakat Desa Sungai Rawa semakin Meningkat dengan ditambahkanya Koleksi buku ke perpustakaan desa dan membantu mereka dalam mendapatkan informasi pengetahuan" Ujar Getta salah Seorang Anggota Suluh Yang Akan terjun Langsung Ke lapangan.

Jumat, 13 Juli 2012

Hutan Mangrove?

Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam.

Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen dan hutan payau (bahasa Indonesia). Selain itu, hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Penggunaan istilah hutan bakau untuk hutan mangrove sebenarnya kurang tepat dan rancu, karena bakau hanyalah nama lokal dari marga Rhizophora, sementara hutan mangrove disusun dan ditumbuhi oleh banyak marga dan jenis tumbuhan lainnya. Oleh karena itu, penyebutan hutan mangrove dengan hutan bakau sebaiknya dihindari. 

Kamis, 12 Juli 2012

Ekonomi Biru Indonesia sebagai negara kepulauan

Rio de Janeiro, Brasil: Laut merupakan kontributor terpenting bagi ketahanan pangan di Indonesia. Oleh karena itu, konsep ekonomi biru sangat relevan sebagai bagian dari strategi pengembangan Indonesia yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia.

“Indonesia ingin mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan dengan keadilan, dan dalam saat bersamaan menjamin perlindungan lingkungan di sektor kelautan dan perikanan,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada bagian lain pidatonya pada acara Leaders Valuing Narure: a Celebration of Commitment at Rio+20, di Green Party, Rio de Janeiro, Brasil, Kamis (22/6) pagi waktu setempat.
Pengelolaan laut secara berkelanjutan sering disebut sebagai ‘ekonomi hijau dalam dunia biru’ atau ekonomi ramah lingkungan di lautan. Ekonomi biru ini meliputi perlindungan lingkungan laut dan pengelolaan sumber daya laut, khususnya perikanan.

”Indonesia siap untuk memajukan itu mengingat kondisi geografisnya. Indonesia adalah negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Kelestarian sumber daya laut akan memastikan lebih banyak sumber pangan yang dapat diandalkan dan pendapatan bagi jutaan orang hidup di sepanjang garis pantai,” Presiden SBY menjelaskan.

Dunia, lanjut SBY, perlu memastikan sumber daya laut yang berkelanjutan. Dan demi keamanan pangan, kita perlu memastikan kesehatan laut kita. “Oleh karena itu, kita perlu untuk mencegah penangkapan ikan yang berlebihan, membangun masyarakat pesisir lebih tahan dan memberikan insentif lebih untuk perikanan berkelanjutan,” SBY mengingatkan.
”Kita harus menjaga keseimbangan optimal dari pembangunan antara aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan laut kita. Aktivitas manusia menimbulkan tekanan yang signifikan terhadap ekosistem laut,” Presiden menambahkan.

Indonesia sendiri telah mencanangkan sasaran konservasi laut nasional mencapai 20 juta hektar pada tahun 2020. Dan pada KTT Segitiga Karang tahun 2009, para pemimpin negara anggota segitiga karang menyetujui lima rencana aksi. Pertama, memperkuat pengelolaan laut lepas olahan, dan kedua mempromosikan pendekatan ekosistem terhadap pengelolaan perikanan. Ketiga, meningkatkan manajemen yang efektif dari daerah perlindungan laut, keempat meningkatkan ketahanan masyarakat pesisir terhadap perubahan iklim dan bencana alam. Kelima melindungi spesies langka. (presideninfo/dik)

Rabu, 11 Juli 2012

Kebudayaan indonesia sebagai masyarakat maritim atau bahari

pengertian kebudayaan.
Secara umum di masyarakat, kebudayaan sering diartikan sebagai sesuatu yang terkait erat dengan seni. Seperti seni musik, membatik, pahat, dan lain-lain. Namun, menurut Prof.  Koentjaraningrat, makna kebudayaan dapat dipahami lebih luas lagi. Menurut beliau, kebudayaan adalah sebuah sistem gagasan, tindakan dan hasil karya yang dihasilkan dalam rangka kehidupan manusia dan dijadikan hak milik manusia melalui proses belajar. Dalam definisi ini, ada beberapa poin yang dapat diuraikan lagi.
- Bahwa kebudayaan itu meliputi gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia. Jadi hasil karya seperti cara bertutur, teori idiologi, dan arsitektur rumah itu dapat dikategorikan dalam kebudayaan. Bahkan cara kita berjalan atau makan yang berbeda dari satu tempat ke tempat lain itu pun termasuk kebudayaan. Contoh adalah penggunaan sendok dan garpu ketika makan oleh masyarakat barat, akan berbeda dengan masyarakattimur tradisional yang langsung menggunakan tangan.
-Kebudayaan meliputi semua aspek kehidupaan manusia. Tujuan awal dari adanya kebudayaan itu adalah untuk mendukung kehidupan manusia. Seperti cara berpakaian yang merupakan bagian dari kebudayaan, disesuaikan manusia dengan alam sekitar. Misal penduduk iklim tropis yang menggunakan pakaian dengan bahan relatif tipis, akan berbeda dengan masyarakat yang hidup di empat iklim seperti Eropa.
- Dijadikan milik manusia dengan proses belajar. Kebudayaan tidak dapat diturunkan secara genetis. Perlu ada proses belajar dan penyerapan kebudayaan dari masyarakat kepada individu. Bahkan sesuatu yang naluriah dimiliki oleh manusia pun, pada praktiknya akan dikreasikan lagi sesuai dengan kebutuhan manusia. Seperti naluri kebutuhan manusia untuk makan. Tidak hanya sampai di proses makan saja. Ada tata cara tertentu atau yang di barat disebut table Manner yang dibuat oleh manusia dan menjadi sebuah kebudayaan.
Pengertian dari difusi, asimilasi, dan akulturasi kebudayaan.
a. Difusi kebudayaan.I
Ialah sebuah proses penyebaran kebudayaan dari suatu tempat ke tempat lain. Ada tiga cara penyebaran ini:
- Migrasi suatu bangsa dari suatu tempat ke tempat yang lain. Di tempat baru tersebut, bangsa itu akan mewariskan kebudayaannya. Hal ini terjadi pada masa lampau dimana suatu kaum sering berpindah-pindah tempat baik didorong oleh faktor alam atau mencari lahan buruan baru.
- Perpindahaan individu. Cara ini biasanya dilakukan oleh pedagang atau penyiar agama. Seperti pada masa difusi kebudayaan hindu – budha dari India ke nusantara, para pendeta atau brahmana berperan besar dalam menyebarkan pengaruh kebudayaan hidu – budha di nusantara. Berbeda lagi dengan masa islam yang disebarkan oleh para pedagang yang singgal di nusantara.
- Penyebaran dengan teknologi informasi. Ini adalah fenomena yang terjadi di masa moderen ini. Dengan dukungan teknologi informasi, kebudayaan dari suatu daerah dapat tersebar tanpa perlu ada perpindahan bangsa atau individu. Cukup melalui alat-alat teknologi informasi yang ada seperti televisi, radio, dan internet.
b. Akulturasi kebudayaan.
Adalah proses kontak satu atau lebih keubdayaan asing terhadap suatu kebudayaan yang lambat laun kebudayaan asing tersebut diserap ke dalam kebudayaan asli, namun hasil dari interaksi tersebut tidak menghilangkan nilai-nilai asli kebudayaan penerima. Seperti apa yang terjadi di nusantara. Meskipun di masa hindu-budha nusantara amat terpengaruh dengan budaya hindu-budha, anmun sistem kasta tertutup yang ada di India tidak sampai diadopsi oleh masyarakat kita. Masyarakat kita tetap mempertahankan kebudayaan gotong royong yang telah menjadi local genius bangsa Indonesia saat itu.
c. Asimilasi kebudayaan.
Merupakan suatu proses bertemunya kebudayaan dari beberapa golongan yang berbeda-beda latar belakang lantas dari tiap golongan tersebut, kehilangan ciri khas yang membedakannya satu dengan yang lain. Hal ini terjadi biasanya melibatkan antara golongan yang mayoritas dan minoritas. Ada dua kemungkinan hasil dari asimilasi:
- Meleburnya kebudayaan minoritas ke kebudayaan mayoritas yang menyebabkan hilangnya ciri khas dari kebudayaan minoritas. Seperti politik asimilasi yang dilakukan di Amerika dan Australia era tahun 70-an. Mereka menghendaki para imigran yang masuk mengadopsi kebudayaan amerika atau australia dan meninggalkan kebudayaan asli mereka.
- Dua kebudayaan yang bertemu saling mempengaruhi dan membentuk kebudayaan baru. Seperti interaksi antara bangsa Aria dan Dravida di India yang pada akhirnya membentuk kebudayaan baru yakni Hindu.
Wujud kebudayaan.
a. Wujud kebudayaan sebagai kompleks dari gagasan, ide, dan norma atau peraturan dalam masyarakat.
Wujud ini tidak dapat diraba dan hanya dapat dirasakan dalam masyarakat. Hanya berupa konseptual seperti makna akan nilai gotong royong dan peraturan untuk tidak melakukan hal-hal tercela dalam masyarakat.
b. Wujud kebudayaan sebagai kumpulan aktivitas dan tindakan yang memiliki pola dalam masyarakat.
Wujud ini terkait dengan sistem aktivitas yang dilakukan manusia seperti mata pencaharian dan sistem sosial kemasyarakatan.
c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda atauartevak hasil karya manusia.
Wujud ini dapat diraba oleh manusia seperti kapak persegi, mobil, dan lain-lain.
Unsur-unsur kebudayaan universal.
Tujuh unsur kebudayaan universal terdapat dalam tiap kebudayaan di masyarakat. Mau dimanapun tempat masyarakat itu berada, pasti melingkupi tujuh dari unsur kebudayaan ini.
a. Sistem religi atau agama.
b. Sistem kemasyarakatan atau strata sosial.
c. Sistem peralatan hidup dan teknologi.
d. Sistem pengetahuan.
e. Sistem mata pencaharian.
f. Bahasa.
g. Kesenian.
Ciri-ciri masyarakat indonesia sebagai masyarakat maritim atau bahari.
a. Secara geografis, Indonesia terdiri dari pulau-pulau dengan wilayah lautan yang lebih luas dari daratannya.
b. Indonesia memiliki sejarah kuat dalam bidang maritim dilihat dari adanya kerajaan Sriwijaya yang pada masanya menguasai lautan di nusantara.
c. Indonesia memiliki banyak pelabuhan besar yang dahulu sempat menjadi pusat perdagangan internasional seperti sunda kelapa, banten,  dan malaka.
d. Mayoritas masyarakat Indonesia yang hidup di pesisir bermata-pencaharian sebagai nelayan.
e. Adanya teknologi dalam bidang bahari misalnya dalam pembuatan kapal vinisi di masyarakat bugis.
f. Adanya variasi bahasa yang khas di kalangan masyarakat pesisir.

Pendidikan Dalam Masyarakat Pesisir

Masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari beberapa manusia yang dengan karena sendirinya bertalian secara golongan dan mempengaruhi satu sama lain.
 Pengertian masyarakat pesisisr tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat itu sendiri. Maka dari itu sebelum membicarakan tentang masyarakat pesisir terlebih dahulu kita memahami tentang definisi masyarakat. Ralp Linton mendifinisikan masyarakat merupakan sekelompok manusia yang telah hidup lama dan bekerja sama sehingga mereka dapat mengatur diri dan menganggap diri mereka sebagai kesatuan sosial dengan batas tertentu yang diharuskan dengan jelas. Pada hakikatnya pengertian masyarakat mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
 a. Adanya sejumlah manusia yang hidup bersama
 b. Bercampur atau bersama-sama untuk waktu yang cukup lama
 c. Menyadari bahwa mereka merupakan satu kesatuan.
 d. Menyadari bahwa mereka bersama-sama di ikat oleh perasaan anggotayang satu dengan yang lainnya.
  e. Menghasilkan suatu kebudayaan tertentu.

Di dalam masyarakat kita harus mengerti apa yang di sebut bermasyarakat itu, sebab hidup masyarakat adalah suatu kehidupan sekelompok manusia yang saling mengadakan hubungan diantara yang satu dan yang lain.Salah satu kehidupan manusia yang bersifat umum, bahwa pada dasarnya mempunyai sifat egois dan mempunyai bebas diri dan sangat luas.Oleh sebab itu manusia baru dikatakan manusia apabila ia hidup sekali sama dengan manusia lainnya. Sebab manusia hidup yang sama mempunyai perasaan sosial yang sifatnya dapat dibentuk sejak manusia mulai bergaul dengan yang lainnya.Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang memiliki tempra mentaldan karakter watak yang keras dan tidak mudah di atur. Aparat birokrasilokal mengatakan hal serupa dengan menyatakan, bahwa daerah pesisirtergolong desa yang paling rawan kekerasan, kaum wanitanya juga bersikapkritis terhadap aparat desa yang kebijakannya dinilai tidak benar, misalnya :merugikan kepentingan masyarakat setempat.

Sebagian masyarakat lainnya berpendapat bahwa bentuk perlakuan kita terhadap mereka mempengaruhi bentuk-bentuk respons masyarakat pesisir yang di tampilkan artinya, jika kita menghormati dan menghargai mereka, merekapun akan akan merespons dengan tindakan yang sama demikian pula sebaliknya.Realitas pend idikan di masyarakat pesisir adalah pendidikan yang mengalami “Dehumanisasi”, dikatakan demikian karena pendidikan mengalami proses kemundurun dengan terkikisnya nilai-nilai kemanusiaan yang dikandungnya. Bisa juga dikatakan bahwa pendidikan kita mengalami“kegagalan” apabila kita menengok beberapa kasus yang lalu terjadi telahmuncul di permukaan. Realitas pendidikan masyarakat pesisir kian mensubordinasi dan memarginalisasi masyarakat merupakan ancaman terhadap demokratisasi dantujuan masyarakat. Sejatinya masyarakat pesisir dapat mengenyam pendidikan sama dengan masyarakat mampu yang lain, dikarenakan pendidikan merupakan hak seluruh warga masyarakat dan sudah saatnya reformasi pendidikan masyarakat pesisir perlu untuk segera dan secara masif di upayakan, yaitu gagasan dan langkah untuk menuju pendidikan yang berorientasi kemanusiaan. Dengan tingkat pendidikan, ada juga keterampilan yang rendah anak anak menjadi putus sekolah dan lebih memilih bekerja sebagai nelayan, dikarenakan pendidikan tidak menunjang







Selasa, 10 Juli 2012

KEBIJAKAN HUTAN MANGROVE DI INDONESIA

Departemen Kehutanan sebagai departemen teknis yang mengemban tugas dalam pengelolaan hutan, maka landasan dan prinsip dasar yang dibuat harus berdasarkan peraturan yang berlaku, landasan keilmuan yang relevan, dan konvensi-konvensi internasional terkait dimana Indonesia turut meratifikasinya. Kebijakan tersebut adalah sebagai berikut:

A.   Pengelolaan Hutan Lestari

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dan oleh karena itu, maka pemerintah bertanggungjawab dalam pengelolaan yang berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan (Pasal 2). Selanjutnya dalam kaitan kondisi mangrove yang rusak, kepada setiap orang yang memiliki, pengelola dan atau memanfaatkan hutan kritis atau produksi, wajib melaksanakan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungan konservasi (Pasal 43).
Adapun berdasarkan statusnya, hutan terdiri dari hutan negara dan hutan hak (pasal 5, ayat 1). Berkaitan dengan hal itu, Departemen Kehutanan secara teknis fungsional menyelenggarakan fungsi pemerinthan dan pembangunan dengan menggunakan pendekatan ilmu kehutanan untuk melindungi, melestarikan, dan mengembangkan ekosistem hutan baik mulai dari wilayah pegunungan hingga wilayah pantai dalam suati wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS), termasuk struktur sosialnya. Dengan demikian sasaran Departemen Kehutanan dalam pengelolaan hutan mangrove adalah membangun infrastruktur fisik dan sosial baik di dalam hutan negara maupun hutan hak. Selanjutnya dalam rangka melaksanakan fungsinya, Departemen Kehutanan sebagai struktur memerlukan penunjang antara lain teknologi yang didasarkan pada pendekatan ilmu kelautan (sebagai infrastruktur) yang implementasinya dalam bentuk tata ruang pantai.

B.   Desentralisasi Kewenangan Pengelolaan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, maka kewenangan Pemerintah (pusat) dalam rehabilitasi hutan dan lahan (termasuk hutan mangrove) hanya terbatas menetapkan pola umum rehabilitasi hutan dan lahan, penyusunan rencana makro, penetapan kriteria, standar, norma dan pedoman, bimbingan teknis dan kelembagaan, serta pengawasan dan pengendalian. Sedangkan penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan (pada hutan produksi, hutan lindung, hutan hak, dan tanah milik) diselenggarakan oleh pemerintah daerah, terutama Pemerintah Kabupaten/Kota, kecuali di kawsan hutan konservasi masih menjadi kewenangan Pemerintah (pusat).

C.   Konservasi dan Rehabilitasi Secara Partisipatif

Dalam program konservasi dan rehabilitasi hutan mangrove, pemerintah lebih berperan sebagai mediator dan fasilitator (mengalokasikan dana melalui mekanisme yang ditetapkan), sementara masyarakat sebagai pelaksana yang mampu mengambil inisiatif.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah disebutkan bahwa penggunaan dana reboisasi sebesar 40% dialokasikan kepada daerah penghasil untuk kegiatan reboisasi-penghijauan dan sebesar 60% dikelola Pemerintah Pusat untuk kegiatan reboisasi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan disebutkan bahwa Dana Reboisasi sebesar 40% dialokasikan sebagai Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk rehabilitasi hutan dan lahan di daerah penghasil (kabupaten/kota) termasuk untuk rehabilitasi hutan mangrove.
Hingga saat ini Departemen Kehutanan telah mengkoordinasi dengan Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah serta Bappenas untuk mempersiapkan penyaluran dan pengelolaan DAK-DR dimaksud.

D.   Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Mangrove

Di dalam menyelenggarakan kewenangannya dalam pengelolaan hutan mangrove, Departemen Kehutanan membawahi Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang bekerja di daerah, yaitu Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) akan tetapi operasional penyelenggaraan rehabilitasi dilaksanakan Pemerintah Propinsi dan terutama Pemerintah Kabupaten/Kota (dinas yang membidangi kehutanan).
Sedangkan untuk meningkatkan intensitas penguasaan teknologi dan diseminasi informasi mangrove, Departemen Kehutanan sedang mengembangkan Pusat Rehabilitasi Mangrove (Mangrove Centre) di Denpasar – Bali (untuk wilayah Bali dan Nusa Tenggara) yang selanjutnya akan difungsikan untuk kepentingan pelatihan, penyusunan dan sebagai pusat informasi. Untuk kedepan sedang dikembangkan Sub Centre Informasi Mangrove di Pemalang – Jawa Tengah (untuk wilayah Pulau Jawa), di Sinjai – Sulawesi Selatan (untuk wilayah Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya), di Langkat – Sumatera Utara (untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan).
Adapun untuk mengarahkan pencapaian tujuan sesuai dengan jiwa otonomi daerah, Pemerintah (pusat) telah menetapkan Pola Umum dan Standar serta Kriteria Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Keputusan Menteri Kehutanan No. 20/Kpts-II/2001), termasuk di dalamnya rehabilitasi hutan yang merupakan pedoman penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah (Propinsi dan Kabupaten/Kota) serta masyarakat.
Strategi yang diterapkan Departemen Kehutanan untuk menuju kelestarian pengelolaan hutan mangrove: (1) Sosialisasi fungsi hutan mangrove, (2) Rehabilitasi dan konservasi, (3) Penggalangan dana dari berbagai sumber.